Sunday, September 26, 2010

Israel Akui Ambil Organ Tubuh Warga Palestina Tanpa Izin


Israel mengakui bahwa para ahli patologi telah mengambil organ-organ dari warga Palestina dan lainnya yang telah meninggal. Pengambilan organ itu tanpa persetujuan dari keluarga mereka.
Namun praktek tersebut berakhir pada tahun 1990-an. Pengakuan itu disampaikan Dr Yehuda Hiss, mantan kepala institut forensik Abu Kabir di dekat Tel Aviv, Israel.
Pengakuan itu muncul menyusul pemberitaan surat kabar Swedia, Aftonbladet, bahwa Israel membunuh rakyat Palestina untuk mengambil organ-organ tubuh mereka. Berita tersebut telah dibantah Israel.
Namun fakta mengejutkan muncul dari wawancara yang dilakukan tahun 2000 oleh seorang akademisi AS, Nancy Sheppard-Hughe, profesor anthropologi di University of California-Berkeley. Wawancara tersebut dirilis di tengah bersitegangnya Israel dan Swedia atas pemberitaan harian Aftonbladet tersebut.
Stasiun televisi Channel 2 TV memberitakan, pada tahun 1990-an para spesialis di institut Abu Kabir mengambil kornea mata, kulit, katup jantung dan tulang-tulang dari jasad-jasad prajurit Israel, warga Israel, warga Palestina dan para pekerja asing. Dan pengambilan organ itu kerap kali tanpa izin dari keluarga mereka.
Pada stasiun TV tersebut, militer Israel mengkonfirmasi terjadinya praktek tersebut. Namun ditambahkan: “Aktivitas ini berakhir satu dekade lalu dan tidak terjadi lagi.”
Dikatakan Hiss: “Kami mulai mengambil kornea… Tak ada izin yang diminta dari keluarga,”
Namun tak ada bukti bahwa Israel telah membunuh rakyat Palestina untuk diambil organ-organ mereka, seperti yang diberitakan Aftonbladet. Media Swedia itu mengutip warga Palestina yang mengatakan para pria muda dari Tepi Barat dan Jalur Gaza ditahan pasukan Israel dan tubuh mereka dikembalikan ke keluarga dengan kondisi adanya organ yang hilang.
Atas pemberitaan itu, pemerintah Israel telah mendesak pemerintah Swedia untuk mengecam artikel Aftonbladet tersebut. Namun Swedia menolak dengan alasan akan melanggar kebebasan berbicara di negeri itu.

No comments:

Post a Comment